Pangkalpinang - Pilkada 2024 memiliki potensi menghadirkan fenomena menarik, yakni calon tunggal melawan kotak kosong, sebuah skenario yang telah diakomodasi oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Calon tunggal muncul ketika hanya ada satu pasangan calon kepala daerah yang terdaftar, dan dalam kondisi ini, kotak kosong menjadi simbol lawan tanpa kandidat.
Dalam proses pemilihan, surat suara akan berisi dua kolom. Satu kolom memuat foto pasangan calon tunggal, sementara kolom lainnya berisi kotak kosong. Pemilih diberi pilihan untuk mencoblos salah satu kolom, antara pasangan calon atau kotak kosong. Kondisi ini bisa terjadi di beberapa daerah dalam Pilkada 2024, dan menarik untuk diperhatikan dampak serta konsekuensinya.
Menurut pasal 54D ayat (1) UU Pilkada, calon tunggal dianggap sebagai pemenang jika memperoleh lebih dari 50 persen suara sah. Sebaliknya, jika kotak kosong meraih suara lebih dari 50 persen, maka calon tunggal tersebut dinyatakan kalah. Dalam kasus kekalahan, calon tunggal dapat kembali mencalonkan diri di Pilkada selanjutnya, sebagaimana diatur pada ayat (2) dan (3).
Strategi Pengawasan dalam Pilkada Calon Tunggal
Fenomena calon tunggal tidak hanya menimbulkan perdebatan di kalangan politisi dan masyarakat, tetapi juga menuntut perhatian lebih dari sisi pengawasan. Armansyah S.H, seorang praktisi hukum, menyoroti perlunya pengawasan ketat dalam Pilkada dengan calon tunggal.
Ia menyatakan bahwa strategi pengawasan khusus harus diterapkan, terutama karena pengawasan terhadap calon tunggal memerlukan payung hukum dan mekanisme yang berbeda.
Saat ini, hanya pemantau pemilu yang terakreditasi yang memiliki hak untuk mengajukan sengketa hasil pemilihan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal ini memberikan tantangan tersendiri karena tidak semua daerah yang berpotensi menghadirkan calon tunggal memiliki pemantau yang terakreditasi.
Oleh karena itu, Bawaslu diharapkan mampu mendorong lahirnya lebih banyak pemantau yang sah dan menyelenggarakan kajian khusus terkait pengawasan calon tunggal.
Dengan adanya fenomena calon tunggal melawan kotak kosong, Pilkada 2024 berpotensi menjadi lebih menarik dan penuh tantangan.
Apakah masyarakat akan mendukung calon tunggal atau justru memilih kotak kosong sebagai bentuk protes? Semua ini akan terjawab saat pesta demokrasi berlangsung. (Joy/KBO Babel)
Tags
Peristiwa