Bangka Belitung – Polemik mengenai netralitas Ketua Bawaslu Bangka Belitung (Babel), EM Oskar, kembali mengemuka setelah laporan dari warga Pangkalpinang, Andri Surya Teja, yang mengamati pertemuan Oskar dengan pengurus partai politik di Kedai Kopi Pangkopi. Pertemuan ini turut dihadiri oleh tim sukses calon gubernur dan anak dari salah satu pasangan calon (paslon) Pilkada Gubernur Babel. Peristiwa tersebut telah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat, khususnya di grup WhatsApp, yang menilai keberpihakan Oskar dalam kapasitasnya sebagai penyelenggara pemilu diragukan. Kamis (26/9/2024).
EM Oskar, dalam klarifikasinya kepada jejaring media Babel, sempat membantah bahwa pertemuan tersebut disengaja. Ia menyatakan bahwa dirinya hanya sedang bersantai sambil menunggu teman di kafe tersebut dan tidak merencanakan pertemuan dengan pengurus partai.
Namun, setelah polemik ini menyebar luas di media sosial, Oskar kemudian mengakui bahwa memang terjadi pertemuan di Pangkopi. Ia berdalih bahwa kehadirannya adalah bagian dari program sosialisasi Bawaslu Babel yang dinamai "jemput bola", yaitu memberikan edukasi dan sosialisasi terkait politik dan demokrasi, khususnya untuk meningkatkan partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak 2024.
“Kita tahu warung kopi menjadi media interaksi yang efektif, terutama untuk kaum milenial dan Gen Z. Dari Warkop ke Warkop, kita bisa menciptakan ruang diskusi yang sehat untuk meningkatkan kualitas pendidikan politik dan partisipasi dalam demokrasi,” ujar Oskar seperti yang dilansir oleh SuaraBabel.com.
Namun, pernyataan ini tidak cukup meredam kritikan. Purnomo SH, seorang advokat Babel dari Tim Pembela Anak Yatim, menilai pertemuan tersebut telah merusak marwah Bawaslu sebagai lembaga yang seharusnya menjaga integritas dan netralitas dalam penyelenggaraan pemilu.
Menurut Purnomo, pertemuan dengan aktor-aktor politik pengusung calon gubernur di tempat umum seperti kafe bisa menciptakan persepsi buruk tentang keberpihakan Oskar.
“Seorang hakim garis tidak boleh masuk ke arena permainan, apa pun dalihnya. Seharusnya Ketua Bawaslu menghindari tempat-tempat yang membuka potensi terjadinya interaksi dengan peserta pemilu,” kritik Purnomo.
Ia juga mengungkapkan bahwa tindakan Oskar mencerminkan kesan bahwa dirinya tidak berkoordinasi dengan komisioner lain, seolah-olah bergerak secara sepihak.
Purnomo melanjutkan kritikannya dengan menyinggung peran Bawaslu sebagai “hakim garis” dalam pemilu. Menurutnya, lembaga tersebut memiliki kewenangan untuk “membunyikan peluit” ketika terjadi pelanggaran dalam proses pemilu.
“Jika Ketua Bawaslu terlalu dekat dengan salah satu kubu, dikhawatirkan peluit hanya akan dibunyikan untuk pihak tertentu, sementara pelanggaran dari pihak lainnya diabaikan,” sindirnya.
Kasus ini menjadi ujian serius bagi Bawaslu Babel dalam menjaga integritasnya sebagai lembaga penyelenggara pemilu. Dalam Pasal 6 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Bawaslu diamanatkan untuk menjalankan fungsinya secara profesional, netral, dan tidak memihak.
Pasal ini juga menekankan bahwa anggota Bawaslu harus menjaga kepercayaan publik dengan menjunjung tinggi kode etik yang diatur oleh DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu).
Kode etik ini, yang tertuang dalam Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu, jelas menyebutkan bahwa penyelenggara pemilu, termasuk Bawaslu, dilarang melakukan tindakan atau perbuatan yang dapat merusak netralitas dan kepercayaan publik.
Dalam Pasal 8 ayat (1), disebutkan bahwa penyelenggara pemilu harus menjauhi konflik kepentingan serta menjaga jarak dari peserta pemilu dan partai politik.
Pertemuan di kedai kopi tersebut, meskipun dijelaskan oleh Oskar sebagai bagian dari sosialisasi program "jemput bola", tetap menimbulkan tanda tanya besar mengenai netralitasnya sebagai Ketua Bawaslu.
Peraturan perundang-undangan jelas menggarisbawahi pentingnya menjaga kepercayaan publik terhadap integritas penyelenggara pemilu, termasuk di antaranya dengan menghindari tindakan yang dapat dianggap berpihak atau terlalu dekat dengan peserta pemilu.
Situasi ini mengharuskan Oskar dan seluruh anggota Bawaslu Babel untuk lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas mereka, terutama menjelang Pilkada Serentak 2024 yang akan datang.
Kepercayaan publik adalah modal utama bagi suksesnya penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil. Setiap gerakan dan tindakan penyelenggara pemilu, sekecil apa pun, akan selalu diawasi oleh publik, terutama di era keterbukaan informasi dan cepatnya penyebaran berita di media sosial.
Kasus ini pun menyadarkan kita bahwa peran penting Bawaslu tidak hanya terbatas pada mengawasi jalannya proses pemilu, tetapi juga menjaga citra lembaga sebagai pilar demokrasi yang netral dan berintegritas.
Dengan demikian, publik berharap agar polemik ini bisa segera ditangani secara transparan, dan Bawaslu Babel dapat kembali fokus pada tugas utamanya: mengawal demokrasi dengan integritas yang tak tergoyahkan. (Tim)
Tags
Peristiwa