Keberanian Terlarang: Jejak Tambang Ilegal dan Keterlibatan Aparat di Hutan Lindung Lubuk Besar


LUBUK (Bangka Tengah) - Kabar mengenai penambangan ilegal di dalam Hutan Lindung Merapen, Lubuk Besar, Bangka Tengah, kembali mencuat ketika jejak keberanian menjarah sumber daya alam melibatkan empat unit alat berat excavator merek Lugong dan Hitachi pada Senin, 15 Januari 2024. 

Jejaring KBO Babel dan tim AWAM BABEL mengikuti jejak aktivitas serupa di kawasan Hutan Lindung Petrosi, yang terungkap, mengindikasikan bahwa tantangan terhadap pelestarian lingkungan dan sumber daya alam masih terus berlanjut. Kamis, (18/1/2024).

Berbekal laporan dari warga setempat, Jejaring media KBO Babel dan tim AWAM BABEL melakukan pendalaman investigasi sejak hari Selasa, 16 Januari 2024. 

Dengan koordinat 2°34'12,33"S 106°40'30"E, tim berhasil memastikan bahwa lokasi tambang ilegal tersebut berada dalam kawasan Hutan Lindung Petrosi sesuai dengan Surat Keputusan Nomor 798.

Dilokasi, terungkap bahwa empat unit excavator dan satu unit dozer tengah aktif melakukan penjarahan pasir timah ilegal tanpa memedulikan dampak kerusakan lingkungan. 

Warga setempat, yang dikenal sebagai "HN," memberikan gambaran bahwa tambang ilegal di kawasan Hutan Lindung Petrosi, milik seseorang yang dikenal dengan nama Dong, telah beroperasi secara ilegal untuk waktu yang cukup lama dengan hasil fantastis, mencapai puluhan ton pasir timah yang berhasil diambil.

"Tambang non-konvensional milik Dong ini sudah lama beroperasi dan hasilnya sangat fantastis. Sudah puluhan ton yang berhasil diambil dari lokasi ini," ungkap HN.

Penting untuk dicatat bahwa meskipun beroperasi di dalam kawasan Hutan Lindung, tambang besar tersebut tidak pernah diintervensi atau tersentuh oleh aparat penegah hukum (APH) setempat. 

Menurut HN, banyak anggota aparat penegak hukum yang turut serta menikmati hasil dari penjarahan kawasan Hutan Lindung Petrosi.

"Hebat, bos yang satu ini. Banyak anggota aparat yang sering datang ke rumahnya, baik yang bertugas di sini maupun yang berasal dari Pangkalpinang," ujar HN dengan nada prihatin.

Ketika ditanya mengenai pemilik alat berat yang digunakan di lokasi Petrosi, HN dengan lugas menyebutkan nama oknum Aparat “berseragam” terinisial  nama "PS" yang bertindak sebagai koordinator pengkondisian alat berat yang berani bekerja di dalam kawasan Hutan Lindung tersebut.

Menanggapi temuan ini, Kapolres Bangka Tengah, AKBP Dwi Budi Murtiono, memberikan tanggapan yang terbatas dengan menuliskan tanda emoji "maaf" dan mengucapkan terima kasih atas informasi yang diberikan. "Terima kasih infonya, nanti kami cek," pungkas Kapolres Bangka Tengah.

Meski demikian, masyarakat setempat menuntut tindakan tegas dari pihak kepolisian untuk melakukan penertiban dan menghentikan seluruh aktivitas tambang ilegal di kawasan hutan lindung di Bangka Belitung. 

Mereka menyoroti kerugian besar yang ditimbulkan akibat dari penjarahan sumber daya alam ini, termasuk dampak buruk terhadap lingkungan hidup dan kerugian negara.

Para warga juga menyerukan kepada Kapolri dan Panglima TNI agar tidak ragu menindak tegas terhadap oknum anggota yang terlibat dalam penambangan di kawasan hutan lindung atau tempat terlarang. 

Mereka mendesak agar langkah-langkah tegas diambil tidak hanya terhadap mereka yang terlibat langsung, tetapi juga terhadap siapa pun yang membekingi dan terlibat dalam pengkondisian alat berat, serta terlibat dalam pusaran “sistem koordinasi”  yang melibatkan oknum aparat.

Kondisi ini menggambarkan kompleksitas tantangan dalam melindungi hutan lindung dan sumber daya alam dari tindakan ilegal. 

Selain menekankan perlunya penegakan hukum yang tegas, juga perlu adanya upaya kolaboratif antara masyarakat, pihak berwenang, dan lembaga terkait untuk memastikan keberlanjutan lingkungan dan kekayaan alam yang berharga. 

Tindakan tegas dan upaya pencegahan yang lebih baik harus menjadi prioritas dalam menanggapi ancaman terhadap keberlanjutan lingkungan dan sumber daya alam di Bangka Tengah. (Sumber : KBO Babel, Editor : Lapor Pak)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama