Jakarta - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mengumumkan keputusan yang mengguncang dunia hukum pada Selasa (7/11) malam. Hakim konstitusi Anwar Usman terbukti melanggar etik berat terkait konflik kepentingan dalam putusan MK terkait syarat minimal usia calon presiden dan wakil presiden. Putusan ini menandai akhir perjalanan Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi.
Dalam pembacaan amar putusan, Ketua MKMK Jimly Ashhiddiqie menegaskan bahwa Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi. Sidang yang berlangsung di Gedung MK, Jakarta, menjadi titik puncak dari pemeriksaan yang dilakukan MKMK terhadap Anwar, yang tercatat telah diperiksa sebanyak dua kali terkait dugaan pelanggaran etik ini.
Berdasarkan Peraturan MK Nomor 1 pasal 41 tahun 2023, MKMK memberikan tiga jenis sanksi bagi Hakim Konstitusi yang terbukti melanggar etik. Sanksi berupa teguran lisan atau tertulis diberikan untuk pelanggaran etik ringan, sementara pemberhentian dengan tidak hormat diberlakukan untuk pelanggaran etik berat, seperti yang dikenakan kepada Anwar Usman.
Sebelumnya, MKMK menerima 21 laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik sembilan hakim MK terkait putusan syarat batas usia calon presiden dan wakil presiden. Proses ini memberikan sorotan kuat terhadap kualitas keputusan dan integritas Mahkamah Konstitusi.
Dari 21 laporan yang diterima, Anwar Usman menjadi pihak yang paling banyak dilaporkan, dengan jumlah laporan mencapai 15. Sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, perannya menjadi pusat perhatian dalam proses pemeriksaan yang berlangsung.
Meski Anwar Usman terkena sanksi pemberhentian, MKMK sebelumnya juga telah mengumumkan putusan terkait hakim konstitusi lainnya. MKMK memutuskan bahwa sembilan hakim MK secara kolektif melanggar etik terkait kebocoran informasi dalam proses Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Namun, MKMK juga menyatakan Saldi Isra tidak terbukti melanggar kode etik terkait disenting opinion-nya, sementara Arief Hidayat dinyatakan tidak melanggar etik terkait dissenting opinion-nya.
Keputusan ini memberikan pesan kuat tentang pentingnya integritas dan etika dalam lembaga peradilan, menandai pentingnya menjaga kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga penegak hukum yang independen dan adil. Dengan demikian, peran dan integritas hakim konstitusi tetap menjadi fokus utama dalam memastikan keadilan dan kepatuhan terhadap aturan hukum di Indonesia. (Sumber : CNN, Editor ; Lapor Pak)